POLA INTERAKSI SAHIBUL
MENARA DALAM NOVEL “NEGERI 5 MENARA” KARYA A. FUADI
ABSTRAK
Dalam kehidupan bermasyarakat
pasti terjadi interaksi antar individu, begitu juga kehidupan tokoh Alif, Raja,
Said, Atang, Dulmajid, dan Baso. Hal ini dapat dikaji menggunakan teori Simmel
yang menganggap bahwa masyarakat terbentuk dari interaksi nyata antar individu.
Setidaknya ada tiga variasi dalam pola ini, yaitu subordinasi di bawah seorang
individu, subordinasi di bawah kelompok, dan subordinasi di bawah prinsip atau
peraturan yang impersonal, misalnya ajaran agama atau hukum Negara.
Subordinasi di bawah individu ini
berdasarkan ketundukan atau kepatuhan sahibul menara pada orang tua mereka
masing-masing. Subordinasi di bawah kelompok ini berarti kedudukan atau lebih pada
kesadaran diri tokoh di bawah kelompok. Kelompok yang dimaksud adalah sahibul
menara yang berangotakan Alif, Raja,
Said, Baso, Atang, dan Dulmajid. Subordinasi di bawah prinsip atau peraturan
yang impersonal yaitu ketundukan atau kepatuhan sahibul menara terhadap hukum
yang ada di PM, yang disebut qanun.
Kata
kunci: subordinasi,
interaksi
Konsep
sosiologi karya sastra didasarkan pada asumsi bahwa karya sastra diciptakan
oleh seorang pengarang yang merupakan pribadi yang mengalami sensasi-sensasi
dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga
dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai
masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki
keterkaitan resiprokal dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya dan
sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan
masyarakat dalam berbagai dimensinya. Pendek kata, karya sastra tidak lahir
dari kekosongan sosial (social vacuum).
Ratna
(2004: 332-333) menulis bahwa ada 5 pertimbangan mengapa sastra memiliki kaitan
erat dengan masyarakat.
1. Karya
sastra ditulis oleh pengarang, diceeritakan oleh tukang cerita, disalin oleh
penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.
2. Karya
sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi
dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.
3. Medium
karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi
masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah
kemasyarakatan.
4. Berbeda
dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam
karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas
sangat berkepentingan terhadap ketika aspek tersebut.
5. Sama
dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan
citra dirinya dalam suatu karya.
Hubungan
karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun
afirmasi, jelas merupakan hubungan yang hakiki. Namun, tatahubungan tersebut
sering dianggap ambigu, bahkan diingkari. Ratna (2004: 335-336) mengemukakan di
antara genre utama karya sastra,
yaitu puisi, prosa, dan drama, prosalah, khususnya novel, yang dianggap paling
dominan menampilkan unsur-unsur sosial. Alasannya adalah (1) novel menampilkan
unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas,
menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas, (2) bahasa novel
cenderung bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam
masyarakat.
Faruk
(2010: 22-37) merangkum ada 5 teori besar tentang masyarakat yang berguna saat
kritikus akan mengaji karya sastra dari paradigma sosiologinya.
1. Auguste
Comte: Masyarakat dalam perkembangan intelektual
Menurut Comte terdapat 3 tahap
perkembangan masyarakat, yaitu tahap teologis, tahap metafisik, dan tahap positif.
Ketiga tahap tersebut merupakan tiga tahap perkembangan intelektual manusia.
2. Karl
Max: Masyarakat sebagai medan pertarungan kepentingan ekonomi
Bagi marx perkembangan intelektual
manusia ditentukan oleh kondisi material kehidupan manusia. Jadi kebutuhan
material mendahului kesadaran. Oleh karena itu, teori marx sering disebut
materialisme historis.
3. Emile
Durkheim: Masyarakat sebagai kesatuan intgratif yang mandiri
Durkheim cenderung memahami bangunan
masyarakat sebagai hasil dari sebuah kebersamaan yang disebutnya sebagai
solidaritas sosial.
4. Max
Weber: Masyarakat sebagai jaringan tindakan sosial yang bermakna
Bila Durkheim memandang masyarakat dari
solidaritas sosial, Weber mengangkat teori rasionalitas. Menurut Weber bangunan
sosial secara keseluruhan tidak dapat dilepaskan dari tindakan sosial warganya
dan pemaknaan yang diberikan warga atas tindakan itu.
5. Georg
Simmel: Masyarakat sebagai interaksi
Simmel menganggap bahwa masyarakat
terbentuk dari interaksi nyata antarindividu. Oleh karena itu, pemahaman
mengenai masyarakat pada level struktural yang makro harus berpijak pada
interaksi sosial yang teramati pada level mikro, misalnya interaksi dalam
silaturahmi atau pergaulan sehari-hari, interaksi antarsepasang kekasih, dan
sebagainya.
Negeri 5 Menara (selanjutnya disingkat NLM) menampilkan
hubungan antara orang tua dan anak, guru dan murid, serta hubungan antar murid.
Alif yang selama hidupnya tidak pernah menginjak tanah di luar ranah
Minangkabau, dengan setengah hati harus merantau ke pulau Jawa untuk mengikuti
perintah ibunya: belajar agama. Di hari pertama di Pondok Madani (PM), Alif
terkesima dengan “mantera” sakti man
jadda wajada yang diteriakkan dengan lantang oleh wali kelasnya, Ustad
Salman. Dipersatukan oleh hukuman, Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said
dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa. Di
bawah menara masjid, mereka jadikan
tempat berkumpul sambil menunggu shalat maghrib berjamaah di masjid. Di tempat
inilah mereka suka menatap awan lembayung yang berarak ke ufuk. Awan-awan itu
menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. dan karena kebiasaan
mereka yang berkumpul di bawah menara mereka mendapat julukan sahibul menara.
Dalam
kehidupan bermasyarakat pasti terjadi interaksi antar individu, begitu juga
kehidupan tokoh Alif, Raja, Said, Atang, Dulmajid, dan Baso. Hal ini dapat dikaji
menggunakan teori Simmel yang menganggap bahwa masyarakat terbentuk dari
interaksi nyata antar individu. Salah satu temuan Simmel yang terpenting adalah
pola interaksi superordinasi dan subordinasi, yang melibatkan superordinat dan
subordinat. Setidaknya ada tiga variasi dalam pola ini, yaitu subordinasi di
bawah seorang individu, subordinasi di bawah kelompok, dan subordinasi di bawah
prinsip atau peraturan yang impersonal, misalnya ajaran agama atau hukum
negara.
1.
SUBORDINASI
DI BAWAH INDIVIDU
Subordinasi adalah
kedudukan bawahan, makna yang tersirat di sini adalah ketundukkan atau
kepatuhan seoseorang terhadap orang lain, kelompok lain, atau hukum atau negara
tempat di mana seseorang itu tinggal atau kesadaran diri bahwa memang keadaan
ekonomi, kepintaran, kesungguhan hati seseorang itu berada di bawah orang lain.
Subordinasi dalam novel ini berarti ketundukan atau kepatuhan tokoh terhadap
orang tua, dan hukum atau peraturan yang ada di PM serta kesadaran bahwa dalam
kelompok atau istilahnya pada zaman sekarang adalah geng, tokoh itu berada di tingkat bawah dari anggota geng yang lain dalam hal ekonomi dan
pelajaran. Subordinasi di bawah individu pada tokoh Alif adalah ketundukkan
atau kepatuhan tokoh Alif saat ibunya meminta dia untuk lebih memilih sekolah
agama yang berujung tokoh Alif menjadi murid PM padahal sebenarnya dia ingin
bersekolah di sekolah umum di Bandung. Namun karena Ibunya menginginkannya
menjadi Buya Hamka, maka diikhlaskanya keinginan menjadi Habibie. Hal tersebut
terungkap sebagai berikut.
“Amak ingin anak laki-lakiku
menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas. Seperti
Buya Hamka yang sekampung dengan kita itu. Melakukan amar ma’ruf nahi munkar,
mengajak orang kepada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran,” kata Amak
pelan-pelan.
....... Jadi Amak minta dengan
sangat waang tidak masuk SMA. Bukan karena uang tapi supaya ada bibit unggul
yang masuk madrasah aliyah (Fuadi, 2012:8)
Namun
Alif ternyata masih ragu dengan keputusannya memilih untuk belajar agama di PM,
pada saat dia kelas enam yang beberapa bulan ke depan ada ujian akhir, dia
merasakan kegamangan antara sekolah umum dan sekolah agama khususnya PM karena
ternyata PM tidak mengeluarkan ijazah seperti sekolah umum sehingga dia harus
mengubur satu impiannya lagi yaitu masuk ITB bila dia tetap di PM. Hal ini dia
ceritakan kepada orang tuanya melalui surat, tapi lagi-lagi Alif memilih patuh
pada keinginan orang tuanya meski tanpa alasan yang kuat. Hal ini terlihat
dalam kutipan berikut.
Tanpa kesadaran penuh, kepalaku
mengangguk. Berbagai skenario argumentasi yang aku persiapkan menguap. Aku
tidak tahu apa yang membuat perlawananku runtuh dengan mudah. Apakah karena
hatiku perang dan tidak ada pemenang yang sesungguhnya antara tetap tinggal di
PM atau keluar? Toh ditengah segala galau aku juga menemukan dunia yang
menyenangkan di PM? Ataukah kekuatan diplomasi durian Ayah yang membuatku
lemah? Atau pengorbanan beliau melintas Sumatera dan Jawa, hanya untuk
memastikan aku tetap tinggal di PM. Atau karena mendengar akan ada ujian
persamaan dalam 8 bulan? Atau semuanya? Aku tidak tahu pasti. Yang jelas mulai
detik itu, di meja kantin itu, di depan Ayah, aku berjanji: aku harus
menamatkan PM (Fuadi, 2012:376)
Sama
halnya dengan tokoh Alif, tokoh Raja Lubis biasa dipanggil Raja yang berasal
dari kota Medan sampai dua kali mencoba ikut tes masuk PM karena dari sepuluh
bersaudara, dialah yang diberi amanah oleh kedua orang tuanya untuk belajar
agama.
“Kenapa
sampai dua kali mencoba ikut tes masuk PM?” tanya Ustad Salman.
Dengan gagah dia berkata, “Aku
ingin menjadi ulama yang intelek, Ustad. Dari sepuluh bersaudara, aku
sendirilah yang diberi amanat Ibu dan Bapak untuk belajar agama.” (Fuadi, 2012: 44)
Selain
Alif dan Raja ada Said Jufri atau biasa dipanggil Said, Makhluk paling raksasa
di kelas yang berasal dari Surabaya. Dia juga patuh tanpa ada perlawanan pada orang tuanya atas perjodohan antara dia
dan Najwa. Hal tersebut terungkap sebagai berikut.
“Salah satu yang hadir di ceramah
itu, calon istriku, Najwa,” katanya berbisik sambil tersenyum lebar. Buru-buru
dia merogoh dompetnya, mengeluarkan sebuah pas foto seorang perempuan Arab muda
berkerudung hitam. Alisnya hitam pekat dan matanya kejora. Said memang telah
dijodohkan dengan salah satu keluarga jauhnya. Kedua belah keluarga setuju, dan
menurut Said, dia dan calon istrinya juga tidak keberatan (Fuadii, 2012:224)
Subordinasi
di bawah individu tokoh Baso yang bernama lengkap Baso Salahuddin, anggota
sahibul menara yang berasal dari Gowa adalah pulangnya dia ke Gowa untuk
selamanaya karena kepatuhan dia pada neneknya, keluarga satu-satunya yang
dikenal Baso sedangkan kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Simak kutipan
berikut.
“Yang sekarang merisaukan hatiku,
keluarga satu-satuku, nenekku sendiri, yang aku anggap seperti bapak dan ibuku,
sekarang sedang sakit tua. Dia tidak punya anak lagi, orang terdekatnya adalah
aku. Dia tidak bisa lagi berjualan dan hanya beristirahat di dalam rumah. Mungkin
sudah saatnya aku membalas jasanya..” (Fuadi, 2012:362)
“Ada kabar buruk dan kabar baik.
Yang buruknya, nenekku makin sakit dan tidak bisa bangun dari tempat tidur. Dan
nenek terus menyebut-menyebut namaku. Aku mohon bantuan doa kalian agar nenekku
sembuh.” (Fuadi, 2012:364)
“Aku
mungkin akan pulang beberapa hari lagi,” jawabnya tegas. Sorot matanya mantap,
raut wajahnya kukuh. (Fuadi, 2012:365)
Dan
sebagai bukti kepatuhan kepada orang tuanya, Baso ingin memberi jubah surgawi
dengan menjadi hafiz atau penghafal Al-Quran. Hal tersebut terungkap berikut
ini.
“Kalian
tahu aku sudah habis-habisan mencoba menghapal Al-Quran. Sudah selama ini, aku
baru hapal 10 juz, atau sekitar 2000 ayat. Aku ingin semuanya, lebih dari 6000
ayat. Tahukah kalian, ada sebuah hadits yang mengajarkan bahwa kalau seorang
anak menghapal Al-Quran, maka kedua orang tuanya akan mendapat jubah kemuliaan
di akhirat nanti. Keselamatan akhirat buat kedua orang tuaku...” dia berhenti.
Kilau tadi akhirnya luruh. Menyisakan jejak basah di pipinya. “hanya hapalan...
hanya hapalan Quran inilah yang bisa aku berikan untuk membalas kebaikan mereka
kepadaku. Aku ingin mereka punya jubah kenuliaan di depan Allah nanti,” katanya
sambil mematut-matut foto itu, seakan baru pertama kali melihatnya (Fuadi,
2012:362)
Seperti
itulah subordinasi di bawah individu pada sahibul menara yang dikaji dalam NLM.
Subordinasi di bawah individu ini berdasarkan ketundukan atau kepatuhan sahibul
menara pada orang tua mereka masing-masing. Alif pada perintah Ibunya untuk
belajar Agama, Said yang dijodohkan dengan Najwa dari keluarga jauhnya, Raja
yang dari sepuluh bersaudara hanya dia yang diberi amanah untuk belajar agama
oleh kedua orang tua serta Baso yang harus meninggalkan PM untuk merawat
neneknya, satu-satunya keluarga yang dimiliki sebagai tanda baktinya pada
keluarga yang masih hidup dan sebagai tanda bakti kepada kedua orang tuanya
yang sudah meninggal, Baso menghafal Al-Quran agar kedua orang tuanya yang
sudah meninggal mendapat jubah kemuliaan di akhirat nanti, begitulah cara
berbaktinya kepada orang tuanya.
2.
SUBORDINASI
DI BAWAH KELOMPOK
Subordinasi di bawah kelompok ini berarti kedudukan
atau lebih pada kesadaran diri tokoh di bawah kelompok. Kelompok yang dimaksud
salah satunya kumpulan siswa PM yaitu Alif, Raja, Said, Baso, Atang, dan
Dulmajid karena mereka adalah sahabat (sahibul menara). Subordinasi di bawah
kelompok tokoh Alif adalah ketika Alif merasakan bahwa dia adalah siswa yang
tergolong kurang mampu. Ketika liburan semester, Alif memutuskan untuk tidak
pulang kampung ke Bayur karena dia tidak memiliki biaya. Sedangkan Raja, Said
dan teman-teman lain bisa pulang karena mereka memiliki biaya. Ini terbukti
pada kutipan berikut.
Malangnya aku
termasuk golongan yang kedua. Kiriman weselku selama ini lancar tapi pas-pasan.
Ayah dan Amak tampaknya sedang sulit sehingga tidak ada dana khusus untuk libur
pulang ke Padang. Aku sudah mencoba bertanya, tapi mereka berdua baru bisa
mengirimkan uang tambahan minggu depan. Sudah terlalu terlambat untuk berlibur
(Fuadi, 2012:214).
Subordinasi di bawah kelompok tokoh Alif bukan hanya
tentang materi, akan tetapi Alif juga termasuk siswa yang kurang mampu dalam
menghafal syair Arab. Berbeda dengan Baso yang paling pintar dalam menghafal.
Entah chip apa
yang kurang di kepalaku , begitu berhadapan dengan hapalan, otakku langsung
hang. Bagiku, menghapal letterleks adalah cobaan pedih. Yang membuatku
berkeringat adalah keharusan menghafal di luar kepala setiap bait kata mutiara
ini secepatnya. Secepatnya artinya ya dihapal saat itu juga ketika diajarkan
(Fuadi, 2012:116).
Nasibku sangat
berbeda dengan Baso. Di mataku, dia penghapal paling sakti yang pernah ada.
Beri dia satu syair Arab, dalam hitungan helaan napas, langsung diserap
memorinya. Beri dia satu halaman penuh bertuliskan Arab, dalam hitungan menit,
dia hapal di luar kepala. Kalau penasaran menguji hapalannya, silakan bait
dibolak-balik, dipotong sana-sini, sama saja, sia pasti bisa meneruskan. Semua
tercetak paten di otaknya. Mungkin ini yang disebut photographic memory. Dia
bagai mutiara dari kampong Gowa (Fuadi, 2012:116—117).
Subordinasi di bawah kelompok juga terjadi pada tokoh
Baso. Baso juga tergolong siswa dengan kelas sosial kurang mampu. Dia juga
memutuskan untuk tidak pulang kampung. Ini terbukti pada kutipan sebagai
berikut.
Aku tidak
sendiri. Baso juga tinggal di PM dengan alasan yang sama. Raja tidak pulang ke
Medan, tapi ke rumah tulang-nya di Jakarta. Sedangkan sisa Sahibul Menara
pulang berlibur (Fuadi, 2012:214).
“Walau aku ingin
menambah hapalan Al-Quranku, tapi itu bisa dilakukan setelah libur. Masalahku
sama dengan Alif. Aku muflis. Bokek!” Baso menyumbang bunyi (Fuadi, 2012:217).
Baso juga mengalami subordinasi di bawah kelompok
tentang dirinya yang kurang mampu dalam pelajaran Reading bahasa Inggris. Ini terbukti dengan kutipan sebagai
berikut.
Baso terus
memperlihatkan kehebatannya di semua pelajaran, kecuali mata pelajaran Reading.
Dia mati kutu dan harus sesak napas sampai bermandikan keringat untuk mengulang
ejaan dengan benar (Fuadi, 2012:118).
Seperti itulah subordinasi di bawah kelompok pada
novel Negeri 5 Menara. Tokoh Alif dan Baso yang sering mengalami subordinasi di
bawah kelompok. Karena mereka tergolong sahibul menara yang kurang mampu,
mengakibatkan keberadaan mereka berbeda dengan sahibul menara yang lain. Alif
dan Baso tidak dapat pulang kampung dikarenakan mereka tidak mempunyai biaya,
berbeda dengan sahibul menara yang lain. Kemudian Baso dan Alif mengalami
kurangnya pemahaman terhadap mata pelajaran tertentu. Baso kurang pintar dalam
pelajaran bahasa Inggris sedangkan Alif kurang pintar dalam pelajaran bahasa
Arab. Namun dengan kekurangan tersebut, mereka berdua saling membantu agar
mereka bisa lebih memahami mata pelajaran yang belum dikuasai.
3.
SUBORDINASI
DIBAWAH PRINSIP ATAU PERATURAN YANG IMPERSONAL
Subordinasi di bawah prinsip atau peraturan yang impersonal yaitu
ketundukan atau kepatuhan sahibul menara terhadap hukum yang ada di PM, yang
disebut qanun. Sahibul
menara pernah dihukum jewer berantai karena telat 5 menit ke masjid untuk salat
maghrib berjamaah sesuai qanun atau
peraturan PM. Mereka telat karena terlalu lama memilih shunduq atau lemari salah satu benda yang wajib dimiliki murid semester pertama PM. Setelah
dijewer berantai oleh Rajab Sujai yang kemudian mereka juluki Tyson, mereka
dipanggil ke Kantor Keamanan Pusat dan dijadikan jasus atau
mata-mata sebagai hukuman mereka yang telah melanggar peraturan PM. Ini terbukti pada kutipan berikut.
Belum selesai gumamanku, kuping kiriku berdenging dan panas. Tangan
Tyson dengan keras memelintir kupingku.
“Jewer kuping teman sebelahmu sekuat aku menjewermu!” (Fuadi, 2012:67).
“Kalian kami angkat sebagai jasus. Mata-mata,” kata Tyson mengguntur.
Tangannya cepat bergerak membagikan kepada setiap orang dua kertas berukuran
dua kali KTP. Aku menerimanya dengan tangan gemetar dan basah (Fuadi, 2012:75).
Seperti itulah hukum atau peraturan yang berada dalam PM bila dilanggar.
Hukum tetaplah hukum, bila terjadi pelanggaran maka orang itu akan mendapat sanksi. Qanun atau peraturan dan disiplin PM
dibacakan agar tidak mudah dilupakan dan diterapkan lain halnya bila ditulis
akan mudah dilupakan apalagi diterapkan. Pembacaan qanun hanya sekali karena diharapkan semua orang mencatat dalam
hati masing-masing dan siap melaksanakannya. Aturan akan ditegakkan dengan
tegas. Kepastian hukum menjadi penglima. Setiap pelanggar aturan akan dipanggil
dan disidang di Mahkamah Disiplin. Berikut qanun yang harus dipahami dan
dipatuhi oleh warga PM.
1.
Jadwal bangun
pagi jam 4.30 dan waktu boleh tidur jam 9.30 malam. Di antara itu jadwal telah
diatur dengan ketat oleh lonceng. Disiplin waktu ditegakkan dengan ketat.
2.
Semua harus
mengikuti aturan berpakaian sopan dan pada tempatnya. Ada pakaian olah raga,
pakaian sekolah, dan pakaian ke masjid.
3.
Setiap orang
harus memakai papan nama kapan saja dan di mana saja.
4.
Tidak dibenarkan
memakai bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
5.
Tiga kali
seminggu waktu latihan pidato dalam bahasa Arab, Inggris, dan Indonesia.
6.
Hari Kamis sore
waktu latihan pramuka.
7.
Pelanggaran
berat adalah mencuri, berkelahi, dan berhubungan dekat dengan perempuan.
Hukumannya adalah dipulangkan.
8.
Semua murid
harus menjaga milik mereka sendiri dengan baik. Lemari dikunci, sandal, buku,
dan barang lain diberi nama.
9.
Ketertiban akan
diatur oleh bagian keamanan dan bahasa diatur oleh bagian penggerak bahasa.
10. Semua perizinan tidak masuk kelas dan tidak ikut
kegiatan harus melalui rekomendasi dan tasrih
atau surat keterangan izin dari wali kelas.
11. Aturan harus diikuti dan ada hukuman bagi yang
melanggar. Semua aturan ini harus diikuti tanpa kecuali.
12. Hari sekolah dari hari Sabtu sampai Kamis dan Jumat
libur.
13. Setiap pelanggar aturan akan dipanggil dan disidang di
mahkamah disiplin.
Namun selain mendapat hukuman
sahibul menara juga memegang kepemimpinan ketika duduk di kelas lima. Dalam
sebuah minggu yang disebut “pekan penyerahan kekuasaan” secara bergantian
mereka dipanggil ke KP untuk diserahi tanggung jawab baru baik sebagai pengurus
asrama atau pengurus pusat. Di antara sahibul menara yang pertama dipanggil
adalah Said. Dia menjabat sebagai anggota elit, tujuh orang terpilih pembela
keamanan dunia PM. Simak kutipan berikut.
“Aku menjadi ketua tukang sensor!” katanya tersneyum memperlihatkan
sebuah surat bersampul coklat. Kami tertawa dan menepuk-nepuk punggungnya,
memberi selamat atas jabatan baru ini: menjadi anggota elit “The Magnificent
Seven”, tujuh orang terpilih pembela keamanan dunia PM (Fuadi, 2012:299).
Selanjutnya yang terpanggil adalah
Raja, dia dipercaya menjadi anggota penggerak bahasa pusat yang menjaga program
pengembangan bahasa dan menjaga kedisiplinannya. Penggerak bahasa pusat adalah
hakim tertinggi untuk menghukum para pelanggar bahasa. Tiga orang penggerak
bahasa pusat harus mempunyai kemampuan bahasa Arab dan Inggris yang superior
dan menjadi role model untuk semua murid. Raja adalah
orang yang sangat menggebu-gebu mendalami aneka bahasa, khususnya bahasa
Inggris. Berkali-kali dia menjadi juara dalam lomba public speaking antar asrama dan antar kelas, baik bahasa
Indonesia, Inggris, atau Arab. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
“Bukan. Aku dipercaya jadi anggota The Three Muskeeters,” katanya
bersemangat. Three Muskeeters adalah julukan kami di PM bagi tiga orang
penggerak bahasa pusat. Mereka yang mnejaga program pengembangan bahasa dan
menjaga kedisiplinannya. Mereka hakim tertinggi untuk menghukum pelanggar
bahasa. Tiga orang ini punya kemampuan bahasa Arab dan Inggris yang superior
dan menjadi role model buat semua murid. Bagiku, Raja telah lama menjadi role
model. Sejak hari pertama di PM, dia seorang yang menggebu-gebu mendalami aneka
bahasa, khususnya bahasa Inggris. Kemampuan pidato dan debat adalah bidang lain
yang diasah. Berkali-kali dia menyabet juara dalam lomba public speaking antar asrama
dan antar kelas, baik bahasa Indonesia, Inggris atau Arab (Fuadi, 2012:301)
Alif,
Atang, Baso, dan Dulmajid dipanggil secara bersamaan. Alif ditawarkan dua
posisi, yang pertama Penggerak Bahasa Asrama Cordova, yang kedua redaktur
majalah Syams. Karena Alif bingung ia
diberi keringanan untuk mencoba salah satunya selama sebulan dan yang pertama
dicoba adalah pilihan yang pertama. Namun setelah dijalani Alif merasa tidak
cocok lalu Alif lebih memilih pilihan yang kedua yaitu menjadi redaktur majalah
Syams. Hal ini terungkap dalam
kutipan berikut.
……… tapi setelah
beberapa kali menjadi hakim bahasa seperti ini, aku tahu kalau aku tidak
menikmati mengadili dan menghukum orang. Aku segera melapor Ustad Torik dan dia
setuju memindahkan aku ke majalah Syams, bergabung dengan Dulmajid yang telah
dua minggu tinggal di kantor majalah, sebuah ruangan yang sangat strategis di
sebelah tempat penerimaan tamu. Tempatnya yang tinggi di lantai dua
memungkinkan kami melihat situasi PM (Fuadi, 2012:309—310).
Berbeda
dengan Alif, Atang mendapat kepercayaan menjadi Dewan Kesenian Pusat. Seperti
yang pernah dicita-citakannya. Sedangkan Dulmajid mendapat kepercayaan menjadi
salah seorang dari lima redaktur majalah Syams.
Lain halnya dengan Baso, dia diminta KP untuk menjabat sebagai “Penggerak
Bahasa Pusat”, bersama Raja. Simak kutipan berikut.
Atang yang
pernah bercita-cita menjadi bagian penerimaan tamu, mendapat kepercayaan
menjadi Dewan Kesenian Pusat. Selama beberapa tahun ini, jiwa seni yang
mengalir deras di tubuh Atang terus bertambah. Dia tidak membatasi diri dengan
teater saja. Dia menerobos seni lain dengan belajar musik, seni kaligrafi,
sampai pantomim. Tahun lalu, dia bahkan masuk ke dunia lain lagi, mendalami apa
itu seni tasawuf dan sufi melalui buku-buku Al-Ghazali. Kombinasi unik antara
seniman dan sufi ini membuat karya teaternya sekarang lebih spiritual. Satu hal
yang masih membuat dia was-was adalah dia masih harus bekerja keras untuk
menajamkan hapalan dan bahasa Arabnya (Fuadi, 2012:304).
Dulmajid, kawan
Maduraku yang lugu, mendapat jabatan yang mungkin paling tepat: salah seorang
dari lima redaktur majalah Syams. Selama ini dia adalah sosok yang selalu
serius dan keras hati untuk merebut target-targetnya (Fuadi, 2012:304—305).
Walau
kelihatannya tidak fokus, tapi tidak pernah ketinggalan pelajaran. Kosa katanya
sangat kaya, tata bahasanya luar biasa, dan aksen Arabnya luar biasa basah.
Karena kelebihan inilah dia kemudian diminta KP untuk menjabat sebagai
“Penggerak Bahasa Pusat”, bersama Raja. Sebuah jabatan yang menurutku sangat
pantas (Fuadi, 2012:306).
Seperti
itulah subordinasi di bawah prinsip atau peraturan yang impersonal di novel
Negeri 5 Menara. Setiap siswa diharuskan mematuhi prinsip dan peraturan di PM.
Sahibul menara yang telah melakukan kesalahan dan pelanggaran pasti mendapatkan
hukuman. Sahibul menara yang sudah menginjakkan kaki di kelas lima, mempunyai
tanggung jawab untuk menegakkan prinsip dan peraturan di PM.
4.
SIMPULAN
Pola interkasi yang terdapat dalam novel NLM meliputi
tiga hal yaitu: subordinasi di bawah seorang individu, subordinasi di bawah
kelompok, dan subordinasi di bawah prinsip atau peraturan yang impersonal. Subordinasi
di bawah individu ini berdasarkan ketundukan atau kepatuhan sahibul menara pada
orang tua mereka masing-masing
salah satunya Alif pada
perintah Ibunya untuk belajar Agama.
Subordinasi di bawah kelompok ini berarti kedudukan
tokoh di bawah kelompok. Kelompok yang dimaksud adalah sahibul menara yang
beranggotakan Alif, Raja, Said, Baso, Atang,
dan Dulmajid. Subordinasi di bawah kelompok terjadi pada beberapa tokoh. Alif
dan Baso adalah tokoh yang mengalami subordinasi di bawah kelompok. Alif dan
Baso adalah sahibul menara yang tergolong kelas sosial kurang mampu, sehingga
ada beberapa hal yang membedakan mereka dari sahibul menara yang lain. Salah
satunya adalah ketika mereka tak bisa pulang kampong dikarenakan biaya.
Subordinasi di bawah prinsip atau peraturan yang
impersonal yaitu ketundukan atau kepatuhan sahibul menara terhadap hukum yang
ada di PM, yang disebut qanun.
Subordinasi ketiga ini dialami oleh Sahibul menara, mereka diharuskan untuk
mematuhi semua peraturan yang ada di PM. Setiap peraturan yang dilanggar akan
mendapat hukuman. Sahibul menara juga pernah melanggar peraturan dan mendapat
hukuman. Namun pada saat sahibul menara berada di kelas lima, mereka
mendapatkan tanggung jawab penuh untuk memimpin suatu kekuasaan yang ada di PM.
DAFTAR PUSTAKA
Faruk, 2010. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai
Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fuadi, Ahmad. 2012. Negeri 5 Menara. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Horizon Kritik Sastra – Tengsoe
Tjahjono.
Pradopo, Racmat Djoko. 2003. Prinsip-prinsip Kritik Sastra Teori dan
Penerapannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Classic Ring for Men - Titanium Ringer
BalasHapusThis metal-cased Ring was 2017 ford fusion energi titanium designed and black titanium wedding band made from titanium mens titanium earrings ring in North America. This aluminum-based price of titanium ring is also titanium pickaxe terraria made for women.
y627s9puklo726 horse dildo,sex chair,male sex dolls,vibrators,dog dildo,realistic dildo,sex toys,G-Spot Vibrators,realistic dildo d124t9xbhni494
BalasHapush789l3ppweb703 horse dildos,wolf dildo,male masturbator,realistic dildo,male masturbators,dildos,realistic dildo,dildos,realistic dildo r105u6palff468
BalasHapusf609e7eontr472 realistic dildo,cheap sex toys,horse dildo,wholesale sex toys,realistic vibrators,dildos,Rabbit Vibrators,dog dildo,vibrators w935b7kdyqj427
BalasHapus